Anda Pengunjung Ke :

Jumat, 09 Desember 2011

Segelas Susu



Suatu hari, seorang anak laki-laki miskin yang hidup sebagai pedagang asongan dari pintu ke pintu biasanya dilakukan di kompleks-kompleks Rumah Dinas. Kondisinya saat itu sangat lapat.anak lelaki tersebut memutuskan untuk meminta makanan dari rumah berikutnya.akan tetapi, dia kehilangan keberanian saat seorang ibu muda (istri pejabat) membuka pintu. Anak itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani meminta segelas air. Ibu muda tersebut melihat dan berpikir bahwa anak lelaki itu pastilah lapar.

Oleh karena itu, ia membawakan segelas besar susu.kemudian,anak lelaki tersebut minum dengan “lahap-nya dan bertanya, “Berapa saya harus membayar untuk segelas besar susu ini?Ibu itu menjawab, “ Kamu tidak perlu membayar apa pun, orang tua kami dulu mengajarkan untuk tidak menerima bayaran jika melakukan suatu kebaikan,”kata ibu itu menambahkan.

Sambil menghabiskan susunya, anak lelaki tersebut berkata dalam hatinya:”Dari hatiku terdalam, aku sangat simpati pada ibu yang bebaik hati ini, dia tidak sombong sekalipun istri pejabat!”
Beberapa puluh tahun kemudian, ibu muda dahulu (yang kini sudah agak lanjut usianya) mengalami sakit yang sangat kritis. Balai pengobatan sudah tidak mampu lagi mengobati lagi penyakit komplikasinya, apalagi saat ini ia berstatus janda seorang pensiunan kereta api. Atas saran keluarganya, si wanita ini dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Pemerintah yang ada di kota tersebut untuk di observasi. Namun, tetap saja tidak bisa diobati. Akhirnya, dengan menjual barang-barang tersisa dan atas bantuan rekan-rekan sesama janda pensiunan, si wanita muda ini dikirim ke ibukota karena di sana ada dokter yang mampu mengobati penyakit komplikasinya tersebut.

Dr.Sobur Nurjaman Ali dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Pada saat ia mendengar nama kota asal si ibu tersebut, terbersit seberkas pancaran aneh pada mata Dr. Sobur. Segera ia bangkit mengenakan jubah dokternya dan bergegas turun melalui aula rumah sakit menuju kamar si wanita tersebut. Ia langsung mengenali wanita itu dengan sekali pandang.

Dr. Sobur Kemudian kembali keruang konsultasi dan memutuskan untuk melakukan serangkaian medical check up total serta terapi medis lainnya. ”Pokoknya ibu tersebut harus sembuh,” demikian obsesinya. Mulai hari itu, si ibu yang tergolek lemah tersebut menjadi perhatian Dr. Sobur dengan kasih yang tulus. Memasuki bulan ketiga di rumah sakit tersebut si ibu benar-benar sembuh.

Lalu, Dr. Sobur meminta bagian keuangan rumah sakit untuk mengirimkan seluruh tagihan biaya pengobatan kepadanya guna persetujuan. Dr, Sobur melihatnya, dan menuliskan sesuatu pada lembar pojok pada tagihan tersebut. Ia sangat yakin bahwa ibu ini tidak akan mampu membayar tagihan tersebut walaupun harus dicicil seumur hidupnya. Bisnis yang dirintis bersama suami (almarhum) ketika memasuki masa pensiun gagal karena ditipu orang, demikian cerita ibu kepada Dr. Sobur beberapa waktu lalu. Hal ini pula yang membuat si ibu jatuh miskin, dengan seorang anak yang kini juga seorang pengangguran.

Lembar tagihan akhirnya sampai ke tangan si ibu yang malang itu. Dengan rasa was-was ia memberanikan diri membaca tagihan yang disodorkan bagian keuangan. Disana tertera rincian biaya yang dikeluarkan selama ia menjalani pengobatan. Akan tetapi, ada sesuatu yang menarik perhatiannya pada pojok atas lembar tagihan tersebut. Ia membaca tulisan yang berbunyi : “Telah dibayar lunas dengan segelas besar susu!” Tertanda : Dr Sobur Nurjaman Ali.

Segelas susu yang diberikan oleh si ibu muda tadi telah memberikan dampak yang luar biasa bagi yang seorang anak yang ternyata adalah Dr. Sobur Nurjaman. Ketika member segelas susu bagi seorang anak miskin tersebut, si ibu tidak berpikir balasan yang akan diperoleh dari anak tersebut sekarang atau nanti. Semua sudah ada yang mengatur. Memberi dari kelebihan mungkin hal yang biasa yang sudah seharusnya dilakukan. Namun, ketika memberi dari kekurangan kita, disinilah pemaknaan hidup yang lebih tinggi lagi.

KETIKA ditanya, apa yang paling membuat kebahagiaan manusia saat ini. Mungkin jawaban yang paling tepat adalah dengan meberi kebahagiaan bagi orang lain (K. G. LIM,1995).
Tidak selamanya hidup ini stabil, ada saatnya kita mengalami goncangan hidup. Jabatan, kekayaan, dan fasilitas yang dimiliki saat ini merupakan “baju” yang bias dilepas setiap saat. Namun, kebahagiaan yang diperoleh melalui member dengan tulus adalah sesuatu yang abadi.

Kini , apa yang kita miliki saat ini sudah saatnya kita bagikan pada orang lain. Bukankah yang kita miliki saat ini, sebagian adalah milik orang-orang yang memerlukannya, yang memang seharusnya kita berikan? Mari kita member, karena perbedaan antara pengertian hemat dan pelit hanya dibatasi oleh selaput yang sangat tipis. Selamat memberi!.

Courtesy of book "Half Full - Half Empty"

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review