Dahulu kala ada sebuah desa yang
kekurangan air. Setiap hari warga desa harus menempuh jalanan berbukit yang
jauh karena di seberang desa tersebut ada sebuah bukit yang mempunyai sumber
mata air. Perjalanan yang harus ditempuh kira-kira 15 km.
Ketika fajar tiba, seperti biasa
warga desa mengantri di bak Pipi dan bak Embri. Karena keperluan warga
meningkat, bak Pipi dan Embri pun habis. Ketika hampir siang, mereka menghitung
hasilnya dan hasil yang diperoleh Embri lebih banyak daripada hasil Pipi karena
Embri berhasil menjual dua bak air. Mereka pun pergi ke pasar untuk membeli
kebutuhan sehari-hari. Bulan berganti tahun dan kini Embri dapat membeli rumah
dan kerbau untuk dipelihara. Status sosial Embri pun meningkat, kini ia selalu
membeli kebutuhan sehari-sehari di kota. Harga kebutuhan sehari-hari pun
meningkat sampai akhirnya Pipi tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal
ini disampaikan kepada sahabatnya, Embri, tetapi Embri memberi nasihat agar Pipi
melakukan hal yang sama dengan yang telah dilakukan Embri, yaitu membawa air
dengan setengah berlari. Tapi apa daya Pipi yang badannya tidak sebesar Embri.
Dengan keadaan yang serba sulit, akhirnya Pipi pulang ke rumah. Tidak ada makan
malam yang bisa dinikmatinya karena penghasilannya hanya memungkinkan ia makan
sekali sehari.
Keesokan harinya, Pipi mendapat ide
untuk meningkatkan pendapatannya dengan meningkatkan pembawaan air ke bak Pipi
idenya adalah dengan menghubungkan mata air dan desa menggunakan pipa bambu.
Masalahnya adalah bagaimana ia bisa merealisasikan hal tersebut. Akhirnya ia
pergi menemui Embri agar Embri mau membantunya, tetapi Embri malah
mengolok-olok Pipi dan mengatakan bahwa Pipi melakukan hal yang tidak wajar.
Dengan penuh semangat, Pipi meminta bantuan kepada warga desa, tetapi sama
halnya dengan Embri, mereka juga mengolok-olok Pipi. Karena butuh biaya,
akhirnya Pipi memilih tidak untuk mengontrak rumah lagi, menjual semua ayamnya,
dan membangun gubuk kecil dekat bak Pipi untuk tidur dan istirahat. Akhirnya Pipi
memulai usahanya tersebut, ia mengumpulkan bambu-bambu dan menyusunnya dari
bukit ke desanya. Hari demi hari, minggu demi minggu, dan akhirnya bulan demi
bulan dilewati Pipi dalam kerja keras, usaha, dan kepahitan. Sementara itu Embri
selalu berfoya-foya dan puas dengan apa yang telah ia dapatkan.
Tahun pun berganti, pipa air pun
hampir selesai dikerjakan. Akhirnya Pipi kembali ke desa dan membuat 4 bak
tambahan. Lagi-lagi Embri mengolok-olok, “Pipi, sedang dua saja kemarin kau tak
sanggup, mengapa kau bangun empat bak lagi?” Pipi pun terdiam. Akhirnya esok
pun datang. Pipi mengumumkan bahwa ia mempunyai air yang dapat diambil kapanpun
dengan harga setengah dari harga yang ditawarkan Embri. Warga desa pun
mengantri di bak Pipi. Kegiatan baru di desa pun kini mulai tercipta karena
adanya air yang dapat diambil setiap saat. Dahulu kegiatan mandi hanya
dilakukan sekali sahari, yaitu pada pagi hari. Kini mandi dilakukan dua kali
sehari. Dahulu binatang ternak seperti kerbau tidak dimandikan, kini ternak
dimandikan dan gerobak kecil pun mulai dicuci.
Embri pun kelimpungan. Ia yang
terbiasa hidup enak terkejut melihat antrian bak airnya yang selalu kosong.
Parahnya lagi, ia harus menjual airnya setengah harga karena kalau tidak, tidak
ada yang membeli airnya. Akhirnya Embri membuat 2 bak tambahan. Kini ia
mengangkat 4 ember sekaligus, dua ditangan kanan dan dua ditangan kiri sambil
berlari. Selanjutnya ia menjual rumah dan kerbaunya serta gerobak agar dapat
menampung air leih banyak lagi. Akan tetapi, ternyata Embri telah dimakan umur.
Badannya kini tidak lagi kuat. Ia ingin membangun pipa seperti Pipi tetapi
mengingat dia telah tua dan melihat Pipi berhasil, ia jatuh semangat. Apalagi
ketika ia mengingat umurnya yang telah tua dan memakan waktu yang lama untuk
membangun pipa seperti itu. Oleh karena Embri telah terbiasa hidup enak,
hidupnya kini terasa sangat sulit. Makan sekali sehari, sangatlah menyakitkan
bagi Embri. Akhirnya Embri pun pergi menjual baknya kepada Pipi. Sangatlah
mungkin bagi Pipi untuk membelinya. Akhirnya dengan cara mengemis Embri pun
menjual bak tersebut pada Pipi dengan harga
yang murah. Dengan mengalirnya air terus-menerus dalam pipa tersebut,
mengalir teruslah keuntungan Pipi. Saat Pipi tertidur pun air tetap mengalir
tanpa Pipi harus mengeluarkan tenaga sedikit pun. Pipi sekarang hanya perlu
menyewa orang untuk menjaga pipanya agar tetap lancar. Akhirnya Pipi dapat
membeli rumah dan kerbau tanpa bekerja keras lagi karena mendapat kiriman uang
dari pipa bambu yang telah ia bangun sebelumnya.
Pelajaran yang didapat dari cerita
tersebut adalah jangan anda bekerja untuk uang. Seharusnya uanglah yang bekerja
untuk kita. Embri terus menerus mengambil air dengan ember untuk mendapatkan
uang, sedangkan Pipi rela tidak mengontrak rumah agar ada uang yang pada
akhirnya dapat ia jadikan pipa yang bekerja untuknya.
Ketika anda mengambil air, ingatlah
bahwa bagaimanapun kita akan tua dan tidak sanggup lagi bekerja. Jangan menjadi
tua seperti Embri yang kehilangan pekerjaan dan kehilangan pendapatan. Selagi
kita masih muda dan mempunyai energi
yang besar, cepat ikuti langkah Pipi yang menciptakan pekerjaan dan mendapatkan
pendapatan walau ia sedang tidur sekalipun.
Courtesy of Book "Memulai Bisnis Informasi Digital"
Courtesy of Book "Memulai Bisnis Informasi Digital"
0 komentar:
Posting Komentar